Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Video Game, Bukan Sembarang Permainan

Istimewa

Oleh : Achmad Ulil Albab*

Video game merupakan medium yang menjadi dewasa dengan begitu cepat, dibandingkan dengan media lainnya. Namun, masih banyak yang menganggapnya sebagai mainan anak-anak belaka.
Fahmi Hasni (Editor Tech in Asia Indonesia)

Tidak sedikit yang menganggap video game adalah tentang kehidupan anak-anak, video game dianggap sebagai hal yang sangat merugikan, bermain video game dianggap buang-buang waktu dan tenaga hingga kerap mendapat stigma negatif.

Pada pertengahan 2012 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat membuat telinga para pemain video game Indonesia panas. Pada acara pembekalan calon perwira remaja (Capaja) TNI dan Polri di Akademi Militer Magelang, ia menggunakan istilah “generasi video game” untuk mendefinisikan generasi yang tidak peduli pada lingkungan. Hlm 31
Judul Buku . Ideologame, Pengaruh Video Game atas BudayaPenulis . Aziz Dharma,dkkPenerbit . Ekspresi BukuTahun Terbit . Februari, 2017ISBN . 978-979-99631-7-8Halaman . xxvi + 190 hlm
Memang banyak yang memberi stigma negatif, terutama dari kalangan orang tua. Hal ini disebabkan, seperti dikatakan Padmo Adi, seorang pemerhati video game asal Solo, “Seseorang yang bermain video game itu bisa saja terasing dari tubuhnya sendiri.” Ia menjelaskan bagaimana video game dapat mengambil alih kesadaran seseorang. Saat bermain video game, orang bisa melupakan rasa lapar dan haus. Tak heran apabila ditemukan kasus pemuda yang mati di game center karena terlalu lama bermain dan mengabaikan pemenuhan kebutuhan badan. Hlm 38

Oleh sebab itu video game juga gamernya yang mengadapat nyinyiran,kritikan dimana-mana. Salah satu kritik pedas muncul dari motivator kondang, Mario Teguh. Melalui status facebooknya pada Maret 2015, ia menyatakan banyak anak muda cerdas menjadi  terbelakang karena berlebihan bermain video game. Ia juga menambahkan bahwa hidup bukanlah game karena kemiskinan terjadi pada orang yang menelantarkan masa mudanya. Hlm 115

Sampai di sini video game dikatakan sebagai aktivitas yang tak punya nilai kebermanfaatannya, video game dikatakan sebagai aktivitas buang-buang waktu.

Tidak semua benar
Melihat besarnya stigma negatif terhadap video game, tentu hal ini menjadi perhatian serius untuk keberlangsungan dunia video game. Sebab menurut Martin Suryajaya yang juga pemerhati video game, video game sudah menjadi sebuah kenyataan budaya populer yang tak mungkin dihindari.Hlm xiv

Namun memahami fenomena video game tentu mesti obyektif. Pandangan negatif itu tidak semua dapat dibenarkan. Video game jenis play station (PS) menciptakan sebuah ruang interaksi yang mirip dengan permainan tradisional yang identik dengan rasa kebersamaan.
“Kalau bermain sendiri enggak seru,” ucap Gusti, salah seorang anak yang mengenakan jersey Tim Garuda. “Biasanya kami rombongan mainnya, kalau enggak ada teman ya enggak jadi,” imbuh Gusti. Hlm 86

Tidak hanya sekadar permainan, video game juga bisa menjadi media meraup penghasilan, caranya dengan menjadi game taster. “Menjadi Quality Assurance (game taster) itu  tidak ada sekolahnya. Jadi, bagaimana kita menemukan sebuah kesalahan atau sering kita sebut bugs itu kalau kita tidak punya pengalaman dari main video game? Dengan pengalaman itulah, kita pasti paham logika dari sebuah game.“

Selain menjadi game taster, meraup penghasilan dari bermain video game juga bisa dilakukan dengan media youtube. Rivaldo Santosa (24),  ia mendapat penghasilan dari kanal youtube bernama The Lazy Monday. Ia rutin mengisi The Lazy Monday dengan video-video pengalamannya bermain video game dan menarasikan perkembangan teknologi sebagai media dari video game itu sendiri. Hlm 54 
*Mahasiswa Tarbiyah STAIN Kudus