Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Pilihlah Lingkungan Terbaik


Banyak dari kita, saya yakin setuju bahwa lingkungan yang baik akan mengantarkan kita menjadi lebih baik. Begitu pula sebaliknya. Maka tidak heran jika para lulusan SMA misalnya, menginvestasikan waktu mereka untuk belajar lebih keras agar diterima di perguruan tinggi terbaik. Atau para orang tua, menyekolahkan anaknya di tempat-tempat yang membuatnya menjadi lebih berkembang.
Setiap tempat, baik itu lembaga pendidikan, organisasi, komunitas, dan semacamnya, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Baik kelebihan maupun kekurangan itu, pasti dapat men-trigger seseorang untuk dapat berkembang. Meskipun yang pertama lebih mengakselerasi.
Saya pernah merasakan berada dalam lingkungan pesantren. Tempat ini tidak diragukan lagi, adalah yang paling baik dalam menempa anak-anak agar pandai agama. Namun, masih banyak pesantren yang menyimpan kekolotannya. Bermimpi besar, budaya diskusi, kebebasan berpikir, dan terbuka terhadap perbedaan, nampaknya masih belum mengakar kuat.
Waktu kelas 3 MA, saya ditanya oleh senior. ”Pengen kuliah di mana?” tanyanya. ”UI,” canda saya dengan nada mantap. ”Halah, mimpi,” sahutnya meremehkan. Wajar sih, perguruan tinggi nampak begitu tinggi bagi santri di pesantren kami. Boro-boro masuk UI atau lima perguruan tinggi top nasional, pada waktu itu santri yang menembus Undip saja belum pernah ada. Perhatikan, punya mimpi besar dan berani menembus batas belum menjadi budaya pada kebanyakan santri.
Hal itu berbeda 180 derajat ketika saya berinteraksi dengan mahasiswa ITS. Ketika saya bertanya akan melanjutkan ke mana nanti setelah lulus jika memilih melanjutkan studi, mereka begitu yakin dengan jawabannya dan tak ada orang yang meremehkan. Mereka justru saling support.
Teman saya dengan mantap bilang, ”Insya Allah ETH Zurich” ”Yale” ”Edinburgh, Amin” ”Wageningen, doakan ya” ”Pokoknya Amerika” ”MIT bro” ”University of Tokyo, bismillah” dan seterusnya. Penuh dengan ungkapan optimisme.
Begitu juga dengan saya, ketika mengutarakan mimpi saya, orang dengan sigap langsung bertanya bagaimana planning-nya menuju ke sana. Bahkan kita berusaha membentuk grup bagi mereka yang sama-sama berniat melanjutkan studi ke suatu negara untuk bertukar informasi.
Itu lah lingkungan yang baik. Perguruan tinggi memberikan bagi saya kebebasan berpikir, bermimpi setinggi-tingginya, dan pushing the boundaries. No matter what is your backgrounds, your social economic status, you must have a dream, so the future is yours. Peoples here are really ambitious. Saya bersyukur berada di tempat seperti ini.
Di ITS, semua mahasiswa bebas memilih tempat pengembangan diri, dan mereka memiliki target yang tinggi pada dirinya masing-masing. Mereka punya semangat juang yang tinggi untuk berkontribusi bagi almamater dan negara. Tim Mobil Sapu Angin misalnya, yang berjuang di Shell Eco-Marathon. Waktu kompetisi di London 2016 lalu, mobil tersebut terbakar. Namun, mereka tidak pasrah pada keadaan. Tim merakit kembali mobil mereka dan akhirnya bisa ikut kompetisi.
Begitu juga dengan Tim Robotika, HNMUN, Pimnas, MTQ, dll. Semangat juang orang-orang yang ada di dalamnya memberi inspirasi bagi sesama anggotanya atau bahkan bukan anggota sekalipun. Ada perjuangan yang letih di balik kesuksesan mereka di suatu ajang kompetisi.
Mereka berani bermimpi dan menembus batas. Spirit itu yang membawa sebuah organisasi atau komunitas menjadi istimewa. Tempat yang baik akan turut menghantarkan orang-orang di dalamnya menuju keberhasilan. Maka pilihlan tempat terbaik untuk menempa diri kita.

Misbahul Munir, Alumni ITS Surabaya, pernah nyantri di Pondok Pesantren Darul Falah Sirahan, alumni CSSMoRA ITS.